I. PENDAHULUAN
Masalah keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan suatu kebutuhan dasar yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Karena dengan adanya rasa aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat, akan dapat menciptakan kehidupan yang harmonis dikalangan masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya akan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Sebaliknya apabila kondisi strata masyarakat dihadapkan pada kondisi tidak aman akan menganggu tatanan kehidupan bermasyarakat yang pada gilirannya pemenuhan taraf hidup akan terganggu pula dan suasana kehidupan mencekam/penuh ketakutan seperti yang terjadi di beberapa tahun lalu waktu masih konflik di Poso dan Morowali, Ambon, Papua, dan lain-lain yang harus dibayar mahal dengan korban jiwa, harta dan berbagai fasilitas sarana dan prasarana. Untuk menciptakan, menjaga dan melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk ketidak-amanan dan ketidaktertiban maka Kepolisian Republik Indonesia haruslah bekerja ekstra dan tentunya juga harus di dukung oleh fasilitas, norma dan moral yang memadai.
Dilihat dari tugasnya, Polri mempunyai tatanan luas, ia tidak hanya berfungsi dalam kaitannya dengan proses pidana saja, tetapi mencakup pula selaku pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan pada masyarakat serta selaku pembimbing masyarakat ke arah terwujudnya tertib dan tegaknya hukum demi terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Dan yang terpenting adalah bagaimana Polri dalam melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik sehingga dapat diterima oleh masyarakat sehingga dapat menjaga keamanan dan ketertiban dengan memperoleh dukungan maksimal dari masyarakat.
II. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN YANG MENDASARI
Sesuai dengan tuntutan masyarakat pada saat Reformasi tahun 1998 lalu, yang salah satu point tuntutan tersebut ialah pemisahan wewenang antara TNI dan Polri, karena masyarakat menilai pemisahan wewenang diantara dua institusi ini wajib dan mendesak untuk dilakukan guna menghindari kembali penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penguasa Orde Baru. Menanggapi tuntutan Reformasi ini, Presiden dan DPR mengeluarkan Undang–Undang pemisahan 2 institusi ini yaitu UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri.
Tugas pokok dan fungsi Polri, selain sebagai pengayom masyarakat juga sebagai penegak hukum. Fungsi tersebut merupakan sebagian dari implementasi Pasal 1 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menetapkan bahwa:
Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional yang ditandai oleh terjaminnya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya dapat meresahkan masyarakat.
Secara resmi negara mengatur wewenang dan tugas pokok Polri sesuai dengan UU No 2 Tahun 2002, pasal 13 “Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan Hukum, Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”.
Selain itu Polri berwenang melakukan penyidikan proses pidana seperti yang diatur dalam pasal 16 UU No 2 Tahun 2002, dan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan Perundang–Undangan lainnya. Penyelidikan dan penyidikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 11.
Sedangkan bidang pertahanan negara di lakukan oleh Departemen Pertahanan Keamanan Tentara Nasional Indonesia. Tujuan utamanya, menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara. Ketetapan MPR RI No.V1/MPR/2000 tentang pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan perannya masingmasing (dalam ketetapan MPR RI No.V11/MPR/2000).
Dua Tap MPR RI di atas merupakan landasan dibentuknya Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU RI No.2 Th 2002) untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung hak asasi manusia (pasal 4 UU No.2 Th 2002).
Dengan demikian Kepolisian Negara RI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum serta memberikan perlindungan, pengayom, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri (Pasal 5 UU No.2 Th 2002).
Tugas Polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
2. Menegakkan hukum
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, Polisi memiliki wewenang
secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu sebagai berikut:
1. Menerima laporan dan/atau pengaduan
2. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum
3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat
4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancampersatuan dan kesatuan bangsa
5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian
6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan
7. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian
8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;
9. Mencari keterangan dan barang bukti
10. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional
11. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat
12. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan engadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat,serta menerima dan enyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
III. HAKEKAT PERMASALAHAN TUGAS DI KEPOLISIAN
Hakekat permasalahan tugas Polri adalah terbentuknya rasa aman atau terwujudnya keamanan. Keamanan berasal dari kata "aman" yang dalam terminologi kepolisian mengandung pengertian cukup komprehensif meliputi:
1. Security = aman dari ganguan atau ancaman yang dapat membahayakan;
2. Safety = selamat dari kecelakaan, bcncana (bencana alam, bencana akibat ulah manusia, bencana social.dsb) atau marabahaya yang dapat mengancam keselamatan kehidupan individu, masyarakat, termasuk hana benda.
3. Surety = jaminan adanya kepastian/keyakinan suatu kegiatan dapat berlangsung lancar, aman dan tenib, Termasuk jaminan adanya kepastian hukum (certency).
4. Peace = suasana damai dan tentram jiwa.
Dari penjelasan tentang konsep keamanan tersebut, maka wujud ancaman yang menjadi sasaran strategi dan yang harus diantisipasi melalui konsepsi penyelenggaraan keamanan negara dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Ancaman Faktual (Nyata):
a. Tindak kejahatan/tindak pidana: kejahatan konvensional, kejahatan dimensi baru. kejahatan transnasional, kejahatan terorganisir, kejahatan politik, kejahatan ekonomi, dsb
b. Pelanggaran aturan ketertiban: aturan ketertiban sosiai. lain lintas.(darat, laut, udara perdagangan, kesehatan. pendidikan, kependudukan, dan semua aspek kehidupan lainnya.
c. Kecelakaan manusia, kecelakaan mekanik (kebocoran nukiir), kecelakaan akibat ulah manusia seperti tanah longsor, pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan hidup, dsb
d. Bencana alam: banjir, gempa bumi, tsunami, badai iaut. angin puyuh, gunung meletus, tanah longsor, semburan gas berbahaya, dsb.
e. Bencana sosiai: krisis pangan, kemiskinan dan kelaparan, koflik sosiai konflik primordialis, epidemi clan pandemi, dsb.
2. Potensi kerawanan (Police Hazard)
a. Aspek lokasi: lokasi rawan kejahatan tertentu, lokasi rawan kecelakaan lain lintas, lokasi rawan bencana dsb.
b. Aspek waktu: vvaktu rawan kejahatan tertentu, waktu rawan kecelakaan lalu lintas, bencana alam dsb.
c. Aspek kegiatan masyarakat: ritual keagamaan, even pemerintah, dsb.
3. Faktor Korelatif Kriminogen (FKK)
a. Ideoiogi: perbedaan ideologi, faham ekstrem.
b. Politik: Proses ketegangan politik, penyalahgunaan kewenangan, kesalahan kebijakan politik, ketegangan antar elit, dsb.
c. Ekonomi: kemiskinan, kekeliruan kebijakan ekonomi, dsb.
d. Sosial budaya: kesenjangan, kebodohan, potensi konflik, primordialis, dsb.
e. Agama: fanatisme sempit, ajaran agama sesat, dsb.
f. Pertahanan: dampak sengketa tapal batas, dampak pulau-pulau terdepan/kosong, dsb.
g. Geografi: potensi kerawanan akibat posisi silang, bentuk negara kepulauan, wilayah tak berpenghuni, dsb.
h. Demografi: migrasi tak terkendali, ekses urbanisasi, sistem kependudukan, kemiskinan, pengangguran, dsb.
i. Sumber Daya Alam: salah pengelolaan SDA, sengketa pengelolaan hasil SDA, dsb.
IV. FENOMENA GUNUNG ES PADA MASALAH-MASALAH YANG DITANGANI KEPOLISIAN
Masalah-masalah yang ditangani oleh polisi sering dilihat seperti puncak gunung es yang dibawahnya terdapat masalah dan akar masalah. Selama ini polisi cenderung menangani kasus-kasus kejahatan yang terjadi. Konsep ini menyarankan agar dilakukan analisa atas kejahatan yang terjadi agar dapat mengungkapkan akar masalah penyebab kejahatan. Menanggulangi akar masalah akan dapat menghilangkan berbagai kasus kejahatan yang terjadi berulang-ulang. Metode ini merubah cara penanganan kejahatan yang semula reaktif menangani kasus menjadi proaktif dengan menangani akar masalah kasus-kasus tersebut.
Mendasari pada pengertian keamanan negara yang mencakup 4 (empat) aspek tersebut, konstruksi ancaman dapat digambarkan dari aspek spektrum ancaman terhadap keamanan negara, mulai dari yang paling nyata (terlihat dalam bentuk gangguan) ataupun pada tataran kerawanan, dan bahkan pada tataran sumber-sumber/potensi yang dapat mengakibatkan timbulnya gangguan keamanan. Untuk menerangkan spektrum ancaman terhadap keamanan negara dapat digambarkan sebagai gunung es. yang tampaknya kecil di atas permukaan laut, namun justru yang lebih membahayakan adalah bagian di bawah permukaan laut yang jauh lebih luas dan lebih berbahaya, tetapi tidak tampak di permukaan:
1. Bagian es yang tampak di atas permukaan merupakan gambaran dari ancaman/gangguan keamanan yang nyata atau disebut Ancaman Faktual (AF) yang wujudnya dapat berbentuk tindak kejahatan, pelanggaran hukum, kecelakaan manusia, bencana alam, bencana sosial ataupun pelanggaran ketertiban sebagaimana diuraikan di atas.
2. Bagian gunung es di bawah permukaan air merupakan gambaran situasi atau kondisi yang mengandung kerawanan yang disebut police hazard (PH), yang meiiputi kerawanan dari aspek lokasi, waktu, ataupun kegiatan masyarakat/ pemerintah.
3. Bagian gunung es paling bawah yang jauh lebih besar dan lebih luas, menggambarkan sumber-sumber, potensi, atau akar permasalahan timbulnya gangguan keamanan atau yang disebut Faktor Korelatif Kriminogen (FKK). FKK terdiri dari faktor negatif yang mengendap dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosiai, budaya, agama, pertahanan dan keamanan. Contoh-contoh FKK misalnya pertentangan atau perbedaan ideologi, kemiskinan, pengangguran, potensi konflik primordialis (etnik, hubungan darah, asal daerah, agama). Meskipun umumnya bukan merupakan faktor yang secara langsung menjadi penyebab timbulnya gangguan keamanan, tetapi FKK dapat berkembang baik secara langsung atau gradual (niulai dari FKK menjadi PH dan kemudian menjadi penyebab timbulnya gangguan keamanan.
V. DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN
Mendasari analisis ancaman keamanan yang dapat dikelompokan menjadi AF, PH dan FKK, maka penanggulangan gangguan keamanan dalam garis besarnya mencakup tiga strategi dasar yaitu :
1. Represif/penindakan : berupa penindkan yang utamanya ditujukan kepada gangguan yang telah terjadi (AF) meialui kegiatan penegakan hukum ataupun bentuk-bentuk penindakan lainnya di bidang keamanan.
2. Preventif/pencegahan : berupa tindakan pencegahan yang diutamakan untuk sasaran potensi kerawanan guna menghiiangkan "faktor Kesempatan" agar tidak sampai terjadi gangguan kamtibnas.
Penjelas Teori "niat dan kesempatan singkatnya sebagai berikut: suatu tindak pidana atau gangguan keamanan bisa terjadi bila kedua faktor bertemu (yaitu factor niat dan pelaku untuk melakukan kejahatan tindakan dan faktor kesempatan yang memberikan peluang diiakukannya tindakan), bila kedua faktor itu tidak bertemu maka tidak akan terjadi tindak kejahatan atau gangguan. Daiam konteks yang lebih luas, suatu ganguan keamanan dapat terjadi biia sumber/potensi gangguan bertemu dengan pemicu timbulnya kejadian karena meskipun terdapat sumber atau potensi yang dapat menimbulkan gangguan.namun bila tidak ada pemicunya maka tidak akan terjadi gangguan keamanan.
3. Preemtif/eliminasi sumber-sumber gangguan atau akar permasalahan : meliputi kegiatan yang diarahkan untuk mengeiliminir FKK atau akar permasalahan, yaitu faktor-faktor yang dapat menumbuhkan "mat" untuk melakukan kejahatan, atau potensi yang dapat mengakibatkan timbulnya gangguan,
0 komentar:
Posting Komentar